Rabu, 11 Desember 2013

PEMIKIRAN AL-MAWARDI DAN AL- GHAZALI



PEMIKIRAN AL-MAWARDI DAN AL- GHAZALI

MAKALAH

Diususun Guna Memenuhi Tugas Kelompok

Mata Kuliah : Sejarah Ekonomi Islam

Dosen Pengampu :H. Amirus Sodiq, Lc,MA

Disusun Oleh :

Achmad Zaidun                                         (212182)
Noer Shoeb                                                 (212191)
Muhammad sirril wafa                             (212199)
Siti Yulaikah                                              (212207)

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
JURUSAN SYARI’AH DAN EKONOMI ISLAM / EI
TAHUN 2013
BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Dalam literatur Islam ,sangat jarang ditemukan tulisan tentang sejarah ekonomi Islam.Apa yang dipahami dari sejarah peradapan ekonomi islam ,hakikatnya adalah memahami sejarah perjalan Islam yang titik puncaknya adalah sejarah hidup Rasulullah SAW.
Membicarakan pemikiran Islam ,lebih khususnya filsafat islam tidak akan lengkap jika tidak mencantumkan nama al-Ghazali dan al-Mawadi.Orang ini memang unik ,memiliki berbagai kemampuan yang mumpuni diberbagai bidang pengetahuan .Karenanya,tidaklah mengherankan bila bahwa sebutan yang dialamatkan terhadapnya.Mungkin lebih jelasnya akan di bahas di dalam isi makalah yang lebih mendalam.
B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana pemikiran dari al- Mawadi terhadap perekonomian ?
2.      Bagaimana pemikiran dari al- Ghazali terhadap perekonomian  ?



BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pemikiran AL-Mawardi di dalam bidang ekonomi
Pemikiran ekonomi Al-Mawardi tersebar paling tidak pada tiga buah karya tulisnya, yaitu Kitab Adab ad-Dunya wa ad-Din, al-Hawi dan al-Ahkam as-Sulthaniyyah. Dalam kitab Adab ad-Dunya wa ad-Din, ia memaparkan tentang perilaku ekonomi seorang muslim serta empat jenis mata pencaharian utama, yaitu pertanian, peternakan, perdagangan dan industry. Dalam kitab al-hawi, membahas tentang Mudharabah dalam pandangan berbagai mazhab. Dalam kitab al-Ahkam As-Sulthaniyyah, ia banyak menguraikan tentang system pemerintahan dan administrasi agama islam, seperti hak dan kewajiban penguasa terhadap rakyatnya, berbaga lembaga Negara, penerimaan dan pengeluarn Negara, serta Institusi Hibah.[1]
Ø  Negara dan aktifitas ekonomi
Teori keuangan public selalu terkait dengan peran Negara dalam kehidupan ekonomi, yang sangat berperan untuk memenuhi kebutuhan kolektif seluruh warga negaranya.Al-Mawardi berpendapat bahwa pelaksanaan Imamah (kepemimpinan politik keagamaan) merupakan kekuasaan mutlak (absolut) dan pembentukanya merupakan suatu keharusan demi terpeliharanya agama dan pengelolaan dunia.[2]
Dalam perspektif ekonomi, pernytaan Al-Mawardi ini berarti bahwa Negara memiliki peran aktif demi trealisasinya tujuan material dan sepiritual. Yang menjadi kewajiban moral bagi bangsa dalam membantu merealisasikan kebaikan bersama, yaitu memelihara kepentingan masyarakat serta mempertahankan stabilitas dan pertumbuhan ekonomi.[3]
Selanjutnya al-mawardi berpendapat bahwa Negara harus menyediakan infrastruktur yang diperlukan bagi perkembangan ekonomi dan kesejahteraan umum. Menurutnya,
“ jika hidup dikota menjadi tidak mungkin karena tidak berfungsinya fasilitas sumber air minum, atau rusaknya tembok kota, maka Negara harus bertanggung jawab untuk memperbaikinya dan, jika tidak memiliki dana, Negara harus menemukan jalan untuk memperolehnya.
Dalam  mengadakan proyek dalam kerangka pemenuhan kepentingan umum, Negara dapat menggunakan dana Baitul Mal atau membebankan kepada individu-individu yang memiliki sumber keuangan yang memadai.
Tugas-tugas Negara dalam pemenuhan kebutuhan dasar setiap warga Negara sebagai berikut :
a.       Melindungi agama
b.      Menegakkan hukum dan stabilitas
c.       Memelihara batas Negara islam
d.      Menyediakan iklim ekonomi yang kondusif
e.      Menyediakan administrasi public, peradilan, dan pelaksanaan hukum    islam
f.      Mengumpulkn pendapat dari berbagai sumber yang tersedia serta menaikannya dengan menerapkan pajak baru jika situasi menuntutnya
g.     Membelanjakan dana Baitul Mal untuk berbagai tujuan yang telah menjadi kewajibanya.[4]
Ø  Perpajakan
Sebagaimana trend pada masa klasik, masalah perpajakan juga tidak luput dari perhatian Al-Mawardi. Menurutnya penilaian atas kharaj harus bervariasi sesuai dengan factor-faktor yang menentukan  kemampuan tanah dalam membayar pajak, yaitu kesuburan tanah, jenis tanaman dan sistem irigasi. Di samping ketiga factor tersebut, Al-Mawardi juga mengungkapkan factor yang lain, yaitu jarak antara tanah yang menjadi objek kharaj dengan pasar.
Dengan demikian, dalam  pandangan Al-Mawardi, keadilan baru akan terwujud terhadap para pembayar pajak jika para petugas pemungut pajak mempertimbangkan setidaknya empat factor dalam melakukan penilaian suatu objek kharaj, yaitu kesuburan tanah, jenis tanaman, sistem irigasi dan jarak tanah ke pasar. Tentang metode penetapan kharaj, Al-Mawardi menyarankan untuk menggunakan salah satu dari tiga metode yang pernah diterapkan dalam sejarah Islam, yaitu:
a.        Metode Misahah, yaitu metode penetapan kharaj berdasarkan ukuran tanah.
b    Metode penetapan kharaj berdasarkan ukuran tanah yang ditanami saja.
c.   Metode Musaqah, yaitu metode penetapan kharaj berdasarkan persentase dari hasil produksi.
Ø  Baitul Mal
Seperti yang telah dikemukakan, Al-Mawardi menyatakan bahwa untuk membiayai belanja negara dalam rangka memenuhi kebutuhan dasar setiap warganya, negara membutuhkan lembaga keuangan negara (Baitul Mal) yang didirikan secara permanen. Melalui lembaga ini, pendapatan negara dari berbagai sumber akan disimpan dalam pos yang terpisah dan dibelanjakan sesuai dengan alokasinya masing-masing.
Lebih jauh, Al-Mawardi menegaskan, adalah tanggung jawab Baitul Mal untuk memenuhi kebutuhan public.Ia mengklasifikasikan berbagai tanggung jawab Baitul Mal ke dalam dua hal, yaitu:
a.      Tanggung jawab yang timbul dari berbagai harta benda yang disimpan di Baitul Mal sebagai amanah untuk didistribusikan kepada mereka yang berhak, dan
b.    Tanggung jawab yang timbul seiring dengan adanya pendapatan yang menjadi asset kekayaan Baitul Mal itu sendiri.
B. Pemikiran Al-Ghazali dalam bidang Ekonomi
1.   Pertukaran Sukarela dan Evolusi Pasar
Pasar merupakan suatu tempat bertemunya antara penjual dengan pembeli. Proses timbulnya pasar yang berdasarkan kekuatan permintaan dan penawaran untuk menentukan harga dan laba. Tidak disangsikan lagi, Al-Ghazali tampaknya membangun dasar- dasar dari apa yang kemudian dikenal sebagai “ Semangat Kapitalisme”.
Bagi Al-Ghazali, pasar berevolusi sebagai bagian dari ‘’hukum alam’’ segala sesuatu, yakni sebuah ekspresi berbagai hasrat yang timbul dari diri sendiri untuk saling memuaskan kebutuhan ekonomi. Al- Ghazali jelas-jelas menyatakan “ mutualitas” dalam pertukaran ekonomi yang mengharuskan spesialisasi dan pembagian kerja menurut daerah dan sumber daya.
a.      Permintaan, Penawaran, Harga, dan Laba
Sepanjang tulisannya, Al- Ghazali berbicara mengenai “ harga yang berlaku seperti yang ditentukan oleh praktek- praktek pasar”, sebuah konsep yang dikemudian hari dikenal sebagai al-tsaman al- adil ( harga yang adil) dikalangan ilmuan muslin atau equilibrium price ( harga keseimbangan ) dari kalangan Eropa kontemporer.[5]
Beberapa paragraf dari tulisannya juga jelas menunjukkan bentuk kurva penawaran dan permintaan. Untuk kurva penawaran yang ”naik dari kiri bawah ke kanan atas” dinyatakan oleh dia sebagai ”jika petani tidak mendapatkan pembeli dan barangnya, ia akan menjualnya pada harga yang lebih murah”.  Sementara untuk kurva permintaan yang ”turun dari kiri atas ke kanan bawah”  dijelaskan oleh dia sebagai ”harga dapat diturunkan dengan mengurangi permintaan”.[6]
b.  Etika Perilaku Pasar
Dalam pandangan Al- Ghazali , pasar harus berfungsi berdasarkan etika dan moral pelakunya.Secara khusus memperingatkan larangan mengambil keuntungan dengan cara menimbun makanan dan barang- barang lainnya, memberikan informasi yang salah mengenai berat, jumlah dan harga barangnya.
3.       Aktivitas Produksi
Imam Al- Ghazali mengklasifikasikan aktivitas produksi menurut kepentingan sosialnya serta menitikberatkan perlunya kerjasama dan koordinasi. Fokus utamanya adalah tentang jenis aktivitas yang sesuai dengan dasar- dasar etos Islam.[7]
a.       Produksi Barang- barang Kebutuhan Dasar Sebagai Kewajiban Sosial
Dalam hal ini, pada prinsipnya , negara harus bertanggung jawab dalam menjamin kebutuhan masyarakat terhadap barang- barang kebutuhan pokok. Disamping itu Al- Ghazali beralasan bahwa ketidak seimbangan antara jumlah barang kebutuhan pokok yang tersedia dengan yang dibutuhkan masyarakat cenderung akan merusak kehidupan masyarakat.
b.   Hierarki Produksi
Klasifikasi aktivitas produksi yang diberikan Al-Ghazali hampir mirip dengan klasifikasi yang terdapat dalam pembahasan kontemporer, yakni primer( agrikultur), sekunder ( manufaktur), dan tersier( jasa). Secara garis besar, ia membagi aktivitas produksi kedalam tiga kelompok berikut:[8]
1.  Industri dasar , yakni industri- industri yang menjaga kelangsungan hidup manusia.
2.   Aktivitas penyokong, yakni aktivitas yang bersifat tambahan bagi industri dasar.
3.   Aktivitas komplementer, yakni yang berkaitan dengan industri dasar.
c.   Tahapan Produksi , Spesialisasi, dan Keterkaitannya
Al-Ghazali mengakui adanya tahapan produksi yang beragam sebelum produk dikonsumsi. Selanjutnya , ia menyadari “ kaitan” yang sering kali terdapat dalam mata rantai produksi – sebuah gagasan yang sangat dikenal dalam pembahasan kontemporer.
Tahapan dan keterkaitan produksi yang beragam mensyaratkan adanya pembagian kerja , koordinasi dan kerja sama. Ia juga menawarkan gagasan mengenai spesialisasi dan saling ketergantungan dalam keluarga.
3.      Barter dan Evolusi Uang
Tampaknya Al- Ghazali menyadari bahwa salah satu penemuan terpenting dalam perekonomian adalah uang. Ia menjelaskan bagaimana uang mengatasi permasalahan yang timbul dari pertukaran barter.
a)   Problema Barter dan Kebutuhan Terhadap Uang
Al-Ghazali mempunyai wawasan yang sangat kompherhensif mengenai berbagai problema barter yang dalam istilah modren disebut sebagai:
1)   Kurang memiliki angka penyebut yang sama( lack of common denominator)
2)   Barang tidak dapat dibagi- bagi(indivisibility of goods)
3)   Keharusan adanya dua keinginan yang sama (double coincidence of wants)
Walaupun dapat dilakukan, pertukaran barter menjadi sangat tidak efisien karena adanya perbedaan karakteristik barang- barang ( seperti unta dengan kunyit).
Fungsi uang menurut Ghazali adalah:
·         Sebagai satuan hitung (unit of account)
·         Media penukaran (medim of exchange)
·         Sebagai penyimpan kekayaan (store of value)
Adapun fungsi uang yang ketiga ini menurutnya adalah bukan fungsi uang yang sesungguhnya. Sebab, ia menganggap fungsi tersebut adalah sama saja dengan penimbunan harta yang nantinya akan berakibat pada pertambahan jumlah pengangguran dalam kegiatan ekonomi dan hal tersebut merupakan perbuatan zalim
b)   Uang yang Tidak Bermanfaat dan Penimbunan Bertentangan Dengan Ilahi
Dalam hal ini , Al- Ghazali menekankan bahwa uang tidak di inginkan karena uang itu sendiri. Uang baru akan memiliki nilai jika digunakan dalam suatu pertukaran. Lebih jauh, ia menyatakan bahwa tujuan satu- satunya dari emas dan perak adalah untuk dipergunakan sebagai uang ( dinar dan dirham). Ia mengutuk mereka yang menimbun kepingan- kepingan uang atau mengubahnya menjadi bentuk lain.
Al-Ghazali menjelaskan bahwa orang yang melakukan penimbunan uang merupaka orang yang berbuat zalim dan menghilangkan hikmah yang terkandung dalam penciptaannya. Allah berfirman dalam surat at-Taubah ayat 24: ”dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih”
c)    Pemalsuan dan Penurunan Nilai Uang
Dalam hai ini ia membolehkan kemungkinan uang representatif ( token money), seperti yang kita kenal dengan istilah modern- sebuah pemikiran yang mengantarkan kita pada apa yang disebut sebagai teori uang feodalistik yang menyatakan bahwa hak bendahara publik untuk mengubah muatan logam dalam mata uang merupakan monopoli penguasa feoda.

d)     Larangan Riba
Al- Ghazali menyatakan bahwa menetapkan bunga atas utang piutang berarti membelokkan uang darifungsi utamanya, yakni untuk mengukur kegunaan objek pertukaran. Oleh karena itu, bila jumlah uang yang diterima lebih banyak dari pada jumlah uang yang diberikan , akan terjadi perubahan standar nilai. Perubahan ini terlarang.
4.      Peranan Negara dan Keuangan Publik
Dalam hal ini, ia tidak ragu- ragu menghukum penguasa. Ia menganggab negara sebagai lembaga yang penting, tidak hanya bagi berjalannya aktifitas ekonomi dari suatu masyarakat dengan baik, tetapi juga untuk memenuhi kewajiban sosial sebagaimana yang diatur oleh wahyu. Ia menyatakan:
“ Negara dan agama adalah tiang- tiang yang tidak dapat dipisahkan darisebuah masyarakat yang teratur. Agama adalah fondasinya , dan penguasa yang mewakili negara adalah penyebar dan pelindungnya; bila salah satu dari tiang ini lemah, masyarakat akan ambruk.”[9]
a.    Kemajuan Ekonomi Melalui Keadilan, Kedamaian dan Stabilitas
Al- Ghazali menitik beratkan bahwa untuk meningkatkan kemakmuran ekonomi, negara harus menegakkan keadilan, kedamaian dan keamanan , serta stabilitas. Ia menekankan perlunya keadilan serta “ aturan yang adil dan seimbang”.
Al- Ghazali berpendapat negara bertanggung jawab dalam menciptakan kondisi yang layak untuk meningkatkan kemakmuran dan pembangunan ekonomi. Disamping itu , ia juga menulis panjang lebar mengenai lembaga al- Hisbah, sebuah badan pengawasan yang dipakai di banyak negara Islam pada waktu ini. Fungsi utama badan ini adalah untuk mengawasi praktik- raktik pasar yang merugikan.[10]
Gambaran Al- Ghazali mengenai peranan khusus yang dimainkan oleh negara dan  penguasa dituliskan dalam sebuah buku tersendiri yang berjudul Kitab Nasihat Al- Muluk.


b.    Keuangan Publik
Al- Ghazali memberikan penjelasan yang rinci mengenai peran dan fungsi keuangan publik. Ia memperhatikan kedua sisi anggaran , baik sisi pendapatan maupun sisi pengeluaran.
1)     Sumber- sumber Pendapatan Negara
Berkaitan dengan berbagai sumber pendapatan negara, Al-Ghazali memulai dengan pembahasan mengenai pendapatan yang seharusnya dikumpulkan dari seluruh penduduk, baik muslim maupun non muslim, berdasarkan hukum Islam.
Al- Ghazali menyebutkan bahwa salah satu sumber pendapatan yang halal adalah harta tanpa ahli waris pemiliknya, tidak dapat dilacak, ditambah sumbangan sedekahah atau wakaf yang tidak ada pengelolanya.
Pajak- pajak yang dikumpulkan dari non muslim berupa Ghanimah, Fai,jaziyah dan upeti atau amwal al masalih. Ghanimah  adalah pajak atas harta yang disita setelah atau selama perang.Fai adalah kepemilikan yang diperoleh tanpa melalui peperangan.Jaziyah dikumpulkan dari kaum non – muslim sebagai imbalan dari dua keuntungan : pembebasan wajib militer dan perlindungan hak- hak sebagai penduduk.
Disamping itu, Al- Ghazali juga memberikan pemikiran tentang hal- hal lain yang berkaitan dengan permasalahan pajak seperti administrasi pajak dan pembagian beban diantara para pembayar pajak.
2)    Utang Publik
Dengan melihat kondisi ekonomi, Al-Ghazali mengzinkan utang publik jika memungkinkan untuk menjamin pembayaran kembali dari pendapatan dimasa yang akan datang. Contoh utang seperti ini adalah revenue bonds yang digunakan secara luas oleh pemerintah pusat dan lokal di Amerika Serikat.
3)     Pengeluaran Publik
Penggambaran fungsional dari pengeluaran publik yang direkomendasikan Al- Ghazali bersifat agak luas dan longgar , yakni penegakan keadilan dan stabilitas negara, serta pengembangan suatu masyarakat yang makmur.
Mengenai pembangunan masyarakat secara umum Al- Ghazali menunjukkan perlunya membangun infrastruktur sosioekonomi.
Al- Ghazali mengakui “ Konsumsi bersama” dan aspek spill- over dari barang- barang publik. Di lain tempat ia menyatakan bahwa pengeluaran publik dapat diadakan untuk fungsi- fungsi seperti pendidikan, hukum dan administrasi publik, pertahanan dan pelayanan kesehatan. [11]



BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pemikiran al-Mawadi memperkenalkan Negara dan aktifitas ekonomi,perpajakan,baitul mal yang di kupas secara rinci dan mendalam.Pemikiran al –Ghazali yang memperkenalkan teori permintaan dan penawaran ;jika petani tidak mendapatkan pembelian dan barangnya,ia akan menjualnya pada harga yang lebih murah sementara harga dapat diturunkan dengan mengurangi permintaan.Mungkin itu singkatnya dan lebih rinci bisa di lihat di isi makalah,mungkin hanya itu yang bisa saya sampaikan kurang lebihnya mohon maaf.semoga bermanfaat.Amin



DAFTAR PUSTAKA

Adiwarman A Karim.2004. Ekonomi islam suatu kajian kontemporer. Jakarta: Gema insani press.
M. Najatullah Siddiqi, Islamic Economic Thought: foundation, Evolution and Needed Direction, dalam Abdul Hasan M. Sideq dan Aidit Ghazali (ed), Readings in Islamic Economic Thought (Selangor Darul Ehsan: Longman Malaysia, 1992)



[1] M. Najatullah Siddiqi, Islamic Economic Thought: foundation, Evolution and Needed Direction, dalam Abdul Hasan M. Sideq dan Aidit Ghazali (ed), Readings in Islamic Economic Thought (Selangor Darul Ehsan: Longman Malaysia, 1992), hlm. 18
[2] Al-Mawardi, Al-Ahkam as-Sulthaniyyah ,Bairut: Dar al-Kutub, 1978, hlm.5.
[3] Sabahuddin Azmi, op. cit., hlm.40.
[4]  Al-Mawardi, Op. Cit., hlm. 15-16.
[5] . Adiwarman A Karim. Sejarah pemikiran ekonomi islam. (jakarta: raja grafindo persada, 2010) hal 322
[6] . Ibid ,hlm.323
[7] . Ibid ,hlm.325
[8] . Adiwarman A Karim. Ekonomi islam suatu kajian kontemporer. (jakarta: gema insani press, 2004) hal.158
[9] . Ibid, hlm.328
[10] . Abu Hamid Al- Ghazali, Ihya,Op.Cit, hlm.83
[11] . Ibid ,Juz 1,hlm.17. lihat juga karya Al- Ghazali lainnya, Mizan,Op.Cit,hlm.297

Tidak ada komentar:

Posting Komentar